Adagium Pemerintah Indonesia

Sumber : Pixabay

Adagium adalah versi legal dari peribahasa, biasanya dalam bahasa Latin. Berbeda dengan peribahasa, Anda bisa dengan mudah mendapatkannya melalui RPUL (Ringkasan Pengetahuan Umum Lengkap) atau buku khusus yang membahas tentang peribahasa.

Adapun adagium, Anda hanya dapat mengetahuinya jika Anda telah membaca buku-buku teori hukum. Hal ini disebabkan oleh sifat maksim yang masih beredar dalam buku-buku teori hukum.

Jangan menunggu lebih lama lagi, mari kita bahas 4 maksim tentang perilaku pemerintah. Lihatlah ini!

Het Vermoeden Van Rechtmatigheid dan Presumption Justa Causa

Kedua adagium ini menjadi salah satu asas hukum administrasi. Het vermoeden van rechtmatigheid diartikan sebagai kepastian hukum, yaitu setiap perintah tata usaha negara (KTUN) yang dikeluarkan harus dianggap benar sesuai dengan undang-undang agar dapat terus dilaksanakan sampai ada bukti-bukti lain. ketentuan atau hakim menetapkan bahwa KTUN tidak sah.

Adapun asas praduga kausalitas, karena juga merupakan salah satu asas Peradilan Tata Usaha Negara, dimaknai tidak menunda proses persidangan KTUN. Dengan kata lain, apabila gugatan terhadap KTUN diajukan ke PTUN, bukan berarti KTUN tidak dapat dilaksanakan, sehingga tidak menghalangi putusan badan/pejabat tata usaha negara yang disengketakan. Selain itu, semboyan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pasal 67 (1) Peradilan Tata Usaha Negara.

Errare Humanum Est, Trupe In Errore Perseverare

Adagium ini terkait dengan kondisi keadilan, yang mengandung unsur penghargaan, penilaian, dan pertimbangan. Hal ini terkait dengan mekanisme kerja hukum yang digambarkan sebagai keseimbangan keadilan. Dalam keadilan, setiap orang harus berada dalam situasi tertentu dan mendapat bagian yang sama.

Kaitannya dengan peribahasa ini terletak pada maknanya, yaitu berbuat salah itu manusiawi, tetapi menyimpan kesalahan itu tidak baik. Ada kepercayaan bahwa keadilan hanya datang dari Tuhan Yang Maha Esa, dan keterampilan manusia terbatas pada perasaan adil. Oleh karena itu, kodrat hukum untuk berkompromi demi keadilan adalah keniscayaan.

Gouverner C’est Prévoir

Adagium ini berarti secara proaktif merencanakan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dilakukan dalam menjalankan pemerintahan. Oleh karena itu, pepatah ini menjadi sumber informasi untuk menetapkan prinsip-prinsip umum pemerintahan yang baik.

Koentjoro Purbopranoto mengatakan bahwa peribahasa dalam menentukan asas-asas politik dan penyelenggaraan kepentingan umum didasarkan pada:

Dalam segala tindakannya, pemerintah harus selalu berpandangan jauh ke depan dan mampu mengidentifikasi berbagai gejala yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Pemerintah harus dapat melihat ke depan menghitung hasil dan tindakan mereka.

Princeps Legibus Solutus Est

Pepatah ini berarti bahwa pemimpin tidak terikat oleh hukum. Pemimpin bertanggung jawab membuat undang-undang, jadi pemimpin berhak melakukan apa saja.

Pepatah ini mengacu pada konstitusi Yunani kuno dan Roma. Saat itu, konsep Konstitusi dikaitkan dengan konsep Respublica Constantere, di mana pepatah ini mengemuka. Pada masa, makna UUD sendiri tidak tercatat dalam teks seperti sekarang ini. Namun, Aristoteles menggunakan istilah nomoi, yang berarti Konstitusi, yang berarti Polytea, yang memiliki kekuatan untuk membentuk, dan Nomoi, yang berarti hukum biasa, yang tidak memiliki kekuatan untuk membentuk karena hanya dalam bentuk materi. harus dibentuk agar tidak terpisah. Oleh karena itu, posisi Polytea lebih tinggi dari Nomoi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelas di Heylaw Edu

Apa itu Dolus dan Culpa dalam Hukum Pidana?

Poin-poin yang Perlu Diketahui pada Permendikbud No. 30 Tahun 2021