Bagaimana Sejarah Advokat di Indonesia?
Sejarah advokat yang akan kita bahas tidak lengkap rasanya apabila kita tidak mengetahui latar belakang mengapa advokat sangat diminati akhir-akhir ini. Profesi advokat merupakan salah satu profesi yang paling diminati oleh mahasiswa yang merupakan lulusan belajar hukumsaat ini.
Profesi advokat ini juga merupakan salah satu profesi tertua di dunia. Diperkirakan profesi ini sudah dipraktekkan sejak abad ke-4 sebelum masehi. Memang, dalam peradaban Athena kuno, ada profesi yang berpegang pada nilai-nilai "pertahanan" di pengadilan, sama seperti pengacara sekarang.
Sumber : Pixabay |
Di Indonesia,
sejarah advokat
lahir dari masa jabatan Raad van
Justitie dan Landraad. Raad van Justitie dan Landraad adalah badan peradilan
yang dibentuk oleh Pemerintah Kolonial (Belanda) berdasarkan Staatsblad 1847
No. 23 atau disingkat “RO” untuk Indonesia's Regulation op de Rechterlijke
Organizatie En het Beleid der Justitie.
Sejarah Advokat dari Awal Hingga Saat Ini
Persatuan Advokat Indonesia (PAI) dibentuk pada 14 Maret 1963. PAI
merupakan persatuan advokat yang diakui sebagai organisasi resmi pertama kali
di Indonesia pada saat itu.
Sejarah advokat
melalui organisasi Profesi Advokat Indonesia a.k.a PERADIN kemudian terbentuk pada tahun
1964 dengan meleburkan PAI dan secara resmi mengganti istilah pengacara menjadi
advokat.
Pada tahun 1966 PERADIN mendapat dukungan melalui Surat Pernyataan Bersama
Menteri Panglima Angkatan Darat selaku Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (Pangkopkamtib) dimana PERADIN diakui sebagai single bar association atau wadah/ organisasi tunggal
profesi advokat.
Berdirinya IKADIN dalam Sejarah Advokat Tahun 1980-an
Pada tahun 1985, lebih tepatnya pada tanggal 10 November, Ikatan
Advokat Indonesia (IKADIN) berdiri sebagai badan tunggal yang baru. Sebelumnya,
keputusan tersebut melalui proses
belajar hukum
dan negosiasi yang panjang hingga
akhirnya PERADIN menyetujui usul pembentukan IKADIN ini.
Pada tahun 1987, pemerintah menyetujui pembentukan Asosiasi
Penasehat Hukum Indonesia, juga dikenal sebagai IPHI. Pembentukan IPHI
didasarkan pada dikotomi antara “pengacara” dengan penetapan dari Menteri
Kehakiman dan seorang pengacara yang bekerja dengan penetapan dari Ketua
Mahkamah Agung.
Selain itu, beberapa penasihat
belajar hukum
mendirikan Asosiasi
Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) pada tahun 1988 dengan tujuan menyoroti
berbagai karakteristik penasihat hukum dan profesional hukum lainnya. Tak lama
kemudian, pada tanggal 4 April 1989, beberapa penasihat hukum, pengacara, dan
advokat
membentuk Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM).
Konsep asli wadah tunggal oleh organisasi ahli sekarang
secara bertahap bergeser ke sistem multi-bar. Seperti Ancol, sekitar 200
anggota IKADIN di kubu Gani Djemat Yan Apul telah bersumpah untuk membentuk
kelompok advokasi bernama Asosiasi Advokasi Indonesia (AAI) pada 27 Juli 1990.
Pada tanggal 8 April 1996, banyak organisasi hukum yang didirikan, IKADIN,
AAI dan IPHI, membentuk forum kerjasama yang disebut Forum Komunikasi Pendukung
Indonesia (FKAI). Beberapa tahun kemudian, FKAI beralih ke KKAI, atau Komisi
Hukum Indonesia yang dibentuk oleh IKADIN, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKHI dan HKHPM
sebagai mualaf FKAI.
Tujuan didirikannya KKAI pada tahun 2002 adalah untuk
menyambut baik sistem hukum Indonesia. Namun, sistem batang tunggal tidak
sepenuhnya diterapkan. Pada tahun 2003, sekelompok ulama Syariah dari IAIN
Walisongo Semarang (sekarang UIN Walisongo) mendirikan Asosiasi Pengacara
Syariah (APSI) di Indonesia. Karena masalah ini, Undang-Undang Pengacara
disahkan pada tanggal 5 April 2003. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Pengacara. Undang-undang tersebut juga mengatur keberadaan
organisasi advokat
sebagai satu-satunya forum di Indonesia. Sebagai akibat dari kewajiban Pasal 32
(4) UU Kejaksaan, maka dibentuklah Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI)
sebagai satu-satunya wadah untuk mengorganisir advokat untuk memenuhi
persyaratan UU Kejaksaan.
Perseteruan KAI dengan PERADI
Kongres Advokat Indonesia (KAI) dideklarasikan sebagai
bentuk protes terhadap pembentukan PERADI, karena beberapa partai politik
menilai PERADI tidak didirikan dengan mekanisme persawahan yang demokratis,
akuntabel, dan transparan.
Karena masalah antar pengacara, Surat No. 052/KMA/V/2009 (SKMA) tertanggal
1 Mei 2009 ditujukan kepada para ketua pengadilan tinggi di Indonesia untuk
tidak bersumpah di masa depan sebagai advokat. Perseteruan hukum ini
melonggarkan pengawasan dan disiplin pengacara.
Berdasarkan hal tersebut, belum lama ini, pada tanggal 24
Juni 2010, PERADI dan KAI sepakat untuk bekerja sama di depan ketua Mahkamah
Agung. KAI kemudian merasa dikhianati oleh PERADI yang berujung pada diskusi
yang cukup intens dengan puluhan anggota KAI yang memboikot pelantikan 1.000
advokat PERADI.
Indra Sahnun Lubis, Presiden KAI saat itu, menanyakan
mengapa Mahkamah Agung menolak SKMA No.089/KMA/VI/2010 tentang organisasi
PERADI yang berhak mengikuti pengukuhan. Menurutnya, penunjukan advokat tidak
boleh didiskriminasi. Itulah yang menyebabkan kemarahan mereka. Banyak anggota
KAI yang merasa didiskriminasi oleh SKMA karena adanya regulasi yang ada.
Bahkan, anggota KAI bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan mengakui
dirinya divonis bersalah atas pengacara palsu.
Selain itu, pengacara Nganjuk, Musida, membekukan kasusnya
oleh ketua PN Nganjuk saat menyaksikan kasus perceraian tahun 2011. Akibat
perlakuan diskriminatif tersebut, KAI menggugat SKMA No.089/KMA/VI/2010. Sidang
KAI terhadap Sekretaris Mahkamah Agung Harifin Tampa dibatalkan pada 22
September 2011 oleh hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pada tahun yang sama, Tusani Djafri dari Marc KPT mengambil
sumpah pengacara KAI. Tak lama kemudian, Tusani Djafri diberhentikan dari
jabatannya dan dipindahkan ke Pengadilan Tinggi Banten. Pada Desember 2011,
IKADIN dipimpin oleh pengacara Tjoetjoe Sandjaja Hernanto dan Todung Mulya
Lubis yang mengusulkan perubahan UU Kejaksaan, namun dibatalkan di Sidang
Paripurna DPR RI karena ditentang oleh anggota DPR yang dipimpin Nasir Jamil,
Anggota Komisi 3 PKS.
Pada tahun 2012, IKADIN kembali meminta pengacara Tjoetjoe
Sandjaja Hernanto untuk mengubah UU No. 18 Tahun 2003 oleh Achmad Ruba`ie
sebagai anggota legislatif, dan usulan IKADIN akhirnya diadopsi sebagai usulan
inisiatif FREP. Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 akhirnya dilakukan
dalam rapat paripurna DPR berdasarkan Anggaran Dasar DPR RI Nomor 10A/DPR
RI/I/2012 2013 pada tanggal 30 Agustus 2012, sebagai prioritas Prolegnas 2012.
Isu asosiasi pengacara kamar dagang tunggal dan ganda di Indonesia terus menjadi perdebatan. Rancangan perjanjian ini mendorong tanggapan dari berbagai pemangku kepentingan. Yang pasti baik KAI maupun PERADI telah diresmikan secara hukum di Indonesia dan anggota kedua organisasi tersebut dapat bersumpah di Pengadilan Tinggi.
Komentar
Posting Komentar