Hukum Acara Peradilan Agama

Sumber : Pixabay

Di Indonesia, selain peradilan yang mengawasi sengketa perdata dan pidana, kita juga mengenal peradilan agama yang mengurusi Hukum acara peradilan agama .

Peradilan agama adalah sebuah lembaga yang menjalankan yurisdiksi dan ditujukan untuk subjek Muslim dan non-Islam yang tunduk pada hukum Islam.

Ketika hukum pidana dan hukum perdata dipengaruhi oleh proses adopsi hukum Belanda, para ahli sepakat bahwa sumber hukum dari berbagai bidang penelitian hukum Islam adalah Alquran, Sunnah atau hadits.
UUD Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan dalam Pasal 24 (2) bahwa Peradilan agama adalah salah satu lembaga peradilan Mahkamah Agung, bersama-sama dengan peradilan, peradilan tata usaha negara, dan badan peradilan lainnya di lingkungan peradilan militer.

Para pelaku peradilan guna mengamankan hukum dan keadilan bagi mereka yang mencari keadilan, di antara mereka yang beragama Islam dalam kasus-kasus tertentu.
Webinar Hukum Webinar Hukum

Hukum Acara Peradilan Agama

Hukum acara peradilan agama adalah Hukum Acara Perdata di lingkungan peradilan umum, kecuali secara tegas diatur dalam undang-undang peradilan agama.

Hukum acara peradilan agama akan memulai pemeriksaan perkara setelah permohonan/persidangan diajukan dan para pihak yang beracara telah dipanggil sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Keadilan, seperti KUHAP pada umumnya, dilakukan "untuk keadilan oleh Tuhan Yang Maha Esa."

Perbedaannya adalah bahwa keputusan-keputusan dalam peradilan agama dimulai dengan kalimat "Bismillahirrahmanirrahim" diikuti dengan kalimat "Untuk keadilan di bawah Satu Ketuhanan".
Proses peradilan agama dilakukan dengan mudah, cepat dan murah sesuai prinsip.

Ada lebih banyak perdebatan tentang peradilan agama di Indonesia. Misalnya, penentuan yurisdiksi relatif dalam perkara perceraian, permohonan cerai/cerai, penentuan bagian masing-masing ahli waris, prinsip syariah seperti asuransi syariah, obligasi, dokumen jangka menengah syariah, dan lembaga keuangan mikro syariah.
Webinar Hukum Webinar Hukum

Landasan dan Pedoman Peradilan Agama

Menurut UUD, kedudukan peradilan agama sejajar dengan pengadilan, pengadilan militer, pengadilan Tata Usaha Negara, dan pengadilan MK. Keadilan agama adalah penegak kekuatan advokat prenatal bagi mereka kaum muslim yang mencari keadilan, dan mereka yang tunduk pada hukum Islam.

Yurisdiksi di bidang peradilan agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Mahkamah Agung, dengan Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi tingkat negara. Kuasa Pengadilan Agama berdasarkan Pasal 7, Pasal 49 UU 1989, diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 serta Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, antara lain adalah: Perkawinan, Warisan, Wasiat, Hiba, Wakaf, Zakat, Sodako, Ekonomi Syariah dan otoritas hukum lainnya .

Selain itu, Pasal 49 Jilid 2 Pedoman Teknis Tata Usaha dan Teknis Peradilan Negara tahun 2010 memuat pedoman sebagai berikut:
  • Perselisihan perkawinan apabila salah satu atau kedua belah pihak (suami dan istri) bukan muslim tetapi perkawinan tersebut dicatatkan di KUA.
  • Pewarisan sengketa bahwa ahli waris adalah Islam, meskipun beberapa atau semua ahli waris non-Islam.
  • Kontroversi di bidang ekonomi syariah, padahal nasabahnya non-Islam.
  • Konflik di wilayah Wakaf, meskipun para pihak atau salah satu pihak non-Islam. Perselisihan dalam bidang wakaf dan wasiat sesuai dengan syariat Islam.
  • Semua perselisihan ini diselesaikan oleh Pengadilan Agama, meskipun beberapa subjek hukumnya bukan Muslim.

Fungsi Pengadilan Agama

Fungsi kehakiman (judicial power), yaitu penerimaan, penyidikan, pengambilan keputusan, dan penyelesaian perkara yang timbul dan di lingkup wewenang Pengadilan Agama pada tingkat pertama (Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006).

  • Peran pembinaan adalah memberikan arahan, bimbingan dan pembinaan kepada pejabat struktural dan fungsional baik di bidang teknis peradilan, administrasi peradilan, administrasi umum/peralatan, keuangan, kepegawaian dan pembinaan (Pasal 53 Ayat (3) KMA No. KMA/080/VIII/2006 UU No. 3 Tahun 2006).
  • Fungsi pengawasan terdiri dari melakukan pengawasan khusus terhadap pelaksanaan tugas dan tindakan hakim, panitera, sekretaris, wakil panitera, dan wakil juru sita/kritikus, dan peradilan dilakukan secara tuntas dan tepat (Pasal 53 (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 serta Penyelenggaraan dan Pengembangan Sekretariat
  • Peran pendampingannya adalah, atas permintaan, untuk memberikan pertimbangan dan nasihat tentang hukum Islam kepada badan-badan pemerintah di yurisdiksinya. (UU No. 3, Pasal 52, Ayat 1 Tahun 2006).
  • Pelaksanaan fungsi manajemen yaitu manajemen yudikatif (manajemen teknis dan proses) dan manajemen umum (pekerjaan, keuangan dan umum/peralatan).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelas di Heylaw Edu

Apa itu Dolus dan Culpa dalam Hukum Pidana?

Apa yang Dimaksud dengan Hukum Perikatan?