Poin-poin yang Perlu Diketahui pada Permendikbud No. 30 Tahun 2021

Sumber : Pixabay

Lingkungan universitas menjadi salah satu tempat yang rawan akan terjadinya kasus kekerasan atau kejahatan seksual. Untuk itu, telah dikeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi ( Permendikbud No. 30 Tahun 2021 ) oleh pemerintah yang spesifik mengakomodir hukum tentang kekerasan seksual di lingkungan universitas.

Permendikbud Ristek yang telah merelease peraturan tersebut beberapa bulan lalu, banyak mendapat kritik di beberapa hal. Poin Permendikbud Ristek yang mana yang kontroversial?

belajar hukum belajar hukum belajar hukum

1. Permendikbud No. 30 Tahun 2021 Diduga Melegalkan Seks Bebas

Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi menjadi topik hangat di berbagai kalangan karena isinya yang menggemparkan bahkan dianggap kontroversial.

Ada yang berpendapat bahwa Permendikbud Ristek sangat maju dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual terhadap korban, karena secara jelas diatur tentang persetujuan.

Aktivis Nisrina Nadhifah menilai aturan ini sangat spesifik, karena kekerasan seksual merupakan bentuk ketidaksepakatan atau ketidaksetujuan antara para pihak.

Namun, Dewan Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang), lembaga pemerintah pusat Muhammadiyah, memberikan jawaban lain. PP Muhammadiyah meyakini aturan ini bisa melegalkan zina di perguruan tinggi. Kemungkinan ini muncul dari kata “perjanjian/persetujuan/persetujuan” dalam ketentuan peraturan tersebut.

Hal ini dapat mengarah pada legalisasi aktivitas seksual bebas berdasarkan persetujuan yang dimaksudkan dari kedua belah pihak. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun turut mengomentari Permendikbud Ristek ini. MUI telah mendesak pemerintah untuk meniadakan, mengevaluasi, dan merevisi peraturan tersebut dengan memasukkan materi yang sesuai dengan Syariah, Pancasila, UUD 1945, dan nilai-nilai kebangsaan.

belajar hukum belajar hukum belajar hukum

2. Pendapat KOMNAS HAM Mengenai kata Consent

Ahmad Taufan Damanik menanggapi ramainya diskusi Permendikbud Ristek . Menurutnya tidak ada unsur eksploitasi dari satu pihak ke pihak lain dalam interaksi seksual.

Jika situasi antara para pihak yang melakukan aktivitas seksual mencapai kesepakatan, itu tidak dianggap sebagai kekerasan seksual, tetapi perzinahan dijelaskan dalam ketentuan lain selain Permendikbud No. 30 Tahun 2021 .

3. Usaha Menganggulangi dan Melawan Kejahatan Seksual di Perguruan Tinggi

Nadim Makarim, menanggapi pro dan kontra dari peraturan yang dibuatnya, mengatakan bahwa dalam pembuatan peraturan ini tidak mendorongnya untuk mendukung seks bebas dan hubungan seksual.

Peraturan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan kampus, bukan untuk mendorong terjadinya hubungan seksual. Kekerasan seksual dalam pengertian Permendikbud Ristekdiartikan sebagai suatu bentuk kekerasan dengan kekerasan tanpa persetujuankorban.

Berdasarkan kesepakatan dengan Nadiem, Yaqut Cholill Qoumas, selaku Menteri Agama, menyatakan bahwa konteks yang digunakan dalam Permendikbud Ristek didasarkan pada prinsip perlindungan untuk menghindari kekerasan dan pelecehan seksual, saya setuju.

4. Point yang Menjadi Kontroversi dalam Permendikbud No. 30 Tahun 2021

Artikel kontroversial tersebut memiliki setidaknya satu artikel dan tujuh huruf. Yaitu huruf b, f, g, h, j, l, m pada pasal 5. Artikel yang dimaksud terlihat seperti ini:

Pasal 5 ayat (1) dan (2)

1. Kekerasan seksual meliputi perbuatan yang dilakukan secara lisan, non fisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

2. Kekerasan seksual dalam pengertian ayat (1) meliputi:

  • a. Sengaja memperlihatkan alat kelamin tanpa persetujuan korban
  • b. Mengambil, merekam, dan/atau mendistribusikan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban.
  • c. Mengunggah foto informasi pribadi bernuansa halus tubuh dan seksualitas korban tanpa persetujuan korban.
  • d. Menyebarkan informasi tentang nuansa seksual fisik dan pribadi korban tanpa persetujuan korban.
  • e. Membujuk korban untuk berjanji, menawarkan, atau mengintimidasi mereka untuk terlibat dalam transaksi atau aktivitas seksual yang tidak sah.
  • f. Menyentuh, menggosok, menyentuh, memeluk, memeluk, mencium, atau menggosok setiap bagian tubuh korban tanpa persetujuan korban.
  • g. Melepas pakaian korban tanpa persetujuan korban.

5. Kampus yang Tidak Mengikuti Permendikbud No. 30 Tahun 2021 Dikenakan Sanksi

Sebagai bukti keseriusannya menangani kasus kekerasan seksual di kampus, Nadim bahkan mengancam akan menurunkan akreditasi kampusnya, Permendikbud No. 30 Tahun 2021 . Pengenaan sanksi ini dalam Pasal 19 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 30. Mulai tahun 2021:

Perguruan tinggi yang tidak mencegah dan menangani kekerasan seksual dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. Penghentian hibah atau bantuan sarana dan prasarana pendidikan tinggi. Dan atau
  2. Penurunan tingkat akreditasi universitas.

Nadim percaya bahwa  tidak ada kampus atau universitas yang akan benar-benar merasakan upaya pemerintah memerangi kekerasan seksual di  kampus atau universitas kecuali jika sanksi tersebut dijatuhkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelas di Heylaw Edu

Apa itu Dolus dan Culpa dalam Hukum Pidana?